Tuesday, October 27, 2020

4:18 PM
Silahkan klik tulisan atau gambar untuk lanjut membaca Aparat Tindak Tegas Demo di Waena, 1 Mahasiswa Terkena Tembakan dan 13 Ditahan.
Aparat Tindak Tegas Demo di Waena, 1 Mahasiswa Terkena Tembakan dan 13 Ditahan

JAYAPURA, LELEMUKU.COM - Aparat TNI-Polri melakukan tindakan tegas dan penangkapan atas aksi demo mahasiswa menolak Otonomi Khusus (Otsus) Papua di Kawasan Perumnas III Waena, Kelurahan Yabansai, Distrik Heram, Kota Jayapura, Provinsi Papua pada Selasa (27/10/2020) pagi.

Sekurangnya satu mahasiswa bernama Matias Soo terkena tembakan aparat dan 13 lainnya yakni Apniel Doo Jhon F Tebai, Doni Pekei, Yabet Likas Degei, Meriko Kabak, Orgis Kabak, Carles Siep, Ones Sama, Yanias Mirin, Arkilaus Lokon, Kristianbus Degei, Laban Heluka dan Ausilius Magai ditangkap ketika aksi tersebut dibubarkan. Mereka selanjutnya diamankan di Polsek Abepura.

Menurut informasi yang dihimpun, massa yang berkumpul awalnya hendak ke kantor Majelis Rakyat Papua (MRP) untuk menyampaikan aspirasi terkait penolakan otonomi khusus ke II di Tanah Papua. Namun hal ini tidak mendapat persetujuan dari aparat keamanan karena aksi tersebut telah dilakukan sebanyak 4 kali. 

Meski telah dilakukan negosiasi antara aparat dan koordinator demo untuk mengakhiri unjuk rasa yang dinilai meresahkan masyarakat dan tidak sesuai dengan protokol kesehatan pada masa Pandemi COVID-19, para pengunjuk rasa tetap bertahan sehingga polisi memilih memubarkan secara paksa. 

Upaya polisi yang membubarkan dengan gas air mata ini dibalas masa dengan lemparan batu. Para pendemo kemudian membubarkan diri, beberapa lainnya lalu ditangkap.

Selain di Perumnas III Waena, aksi unjuk rasa ini juga dilakukan di Kawasan Expo Waena dan Kampus Universitas Cenderawasih (Uncen) di Abepura.

Aparat Tindak Tegas Demo di Waena, 1 Mahasiswa Terkena Tembakan dan 13 Ditahan

Kepada SuaraPapua.com, Emanuel Gobay, Direktur LBH Papua mengatakan, pada prinsipnya aksi demosmtrasi yang dilakukan mahasiswa dijamim dalam UU Nomor 9 Tahun 1998. Dalam ketentuan tersebut diatar mekanisme penyampaian pendapat serta bagaimana sikap dan tindakan  aparat kemanan dalam mengawal terimplementasinya kemerdekaan menyampaikan pendapat.

Sekalipun demikian ketentuannya kata Gobay, namun pada prakteknya aparat kemanan dalam hal ini TNI-Polri di Papua cenderung mengabaikan tupoksinya dalam mengawal kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum.

Sebab faktanya, aksi penolakan UU Otsus Papua yang dilakukan mahasiswa Papua pada tanggal 27 Oktober 2020 di Perumnas III Waena, dihadang aparat keamanan gabungan dari TNI dan Polri.

“Pada prakteknya aparat gabungan TNI dan Polri mengunakan pedekatan kekerasan, sehingga mengakibatkan ada masa aksi yang terkena luka tembak dan juga ada beberapa masa aksi yang matanya perih akibat tembakan gas air mata. Terlepas dari itu, ada juga masa aksi yang ditahan,” jelas Gobay.

Dikatakan, dalam konteks pelibatan TNI dalam pengamanan aksi demontrasi ini juga menjadi pertanyaan tersendiri. Agar pelibatan TNI menjadi legal maka pihak kepolisian wajib menunjukan surat permohonan permintaan bantuan anggota keamanan ke TNI, jika faktanya pelibatan dilakukan tanpa surat permohonan, maka dapat disimpulkan bahwa kehadiran TNI dalam aksi penolakan UU Otsus hari ini adalah tindakan ilegal.

“Atas dasar itu kami menyimpulkan bahwa aparat keamanan dalam hal ini TNI-Polri telah menyalahgunakan Protap Penaganana Aksi Anarkis kepada Masa Aksi Penolakan UU Otsus yang dilakukan secara damai. Berdasarkan kesimpulan itu sudah dapat disebutkan bahwa TNI/Polri melanggar hak demokrasi warga negara, khususnya masa aksi damai penolakan UU Otsus yang dijamim dalam UU Nomor 9 Tahum 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat dimuka umum,” tutur dia.

Aparat Tindak Tegas Demo di Waena, 1 Mahasiswa Terkena Tembakan dan 13 Ditahan

Bahkan melalui fakta adanya korban penembakan, maka jelas-jelas membuktikan bahwa oknum pelaku penembak telah menyalahgunakan senjata api sebagaimana dilarang dalam UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951.

Gobay menyatakan, berdasarkan uraian di atas maka LBH Papua menegaskan kepada; Kapolri Cq Kapolda Papua untuk memerintahkan bawahannya untuk menghargai hak demokrasi warga negara yang dijamin dalam UU Nomor 9 Tahun 1998, sesuai dengan arahan Perkap Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Standar dan Pokok HAM Dalam Tugas-Tugas Kepolisian.

"Kapolda Papua segerah perintahkan Kapolresta Jayapura dan Kapolsek Abepura untuk pulangkan TNI dan tarik pasukan Polri dari tempat aksi; Kapolda Papua segera perintahkan Kapolresta Jayapura dan Kapolsek Abepura untuk bebaskan 13 Orang Masa aksi yang ditangkap dan sedang ditahan di Polsek Abepura; Kapolda Papua Cq Kapolresta Jayapura Cq Kapolsek Abepura segara menangkap dan memproses oknum aparat kemanan pelaku penembak massa aksi sebagai bentuk implementasi UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951 dan prinsip persamaan didepan hukum," tutup pernyataan tersebut. (Albert Batlayeri)