MERAUKE, LELEMUKU.COM - Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/ Badan Pertanahan Nasional (BPN), Dr. Surya Tjandra, S.H., LL.M melakukan kunjungan kerja sekaligus meyerahkan sertifikat tanah kepada perwakilan masyarakat dari Kelurahan Seringgu Jaya, Samkai dan Rimba Jaya, Kabupaten Merauke, Provinsi Papua pada Senin (26/10/2020)
Ia mengatakan, Papua butuh perhatian khusus dalam semua bidang pembangunan. Secara khusus untuk masalah kepemilikan tanah yang sangat kompleks, butuh peran pemerintah pusat berkolaborasi dengan pemerintah daerah. Sebab tugas pemerintah tidak selesai hanya dengan memberikan sertifikat. Diharapkan setelah sertifikat diberikan, ada peningkatan pendapatan bagi pemilik sertifikat itu.
"Ini nilainya, kinerja kita diukur apakah terjadi peningkatan pendapatan. Namun persoalannya, Kementrian ATR (Agraria dan Tata Ruang), tidak punya kemampuan untuk pemberdayaan masyarakat," katanya.
Sehingga, perlu kolaborasi dengan kementrian lainnya untuk peningkatan pembangunan di Papua, dan Merauke khususnya. Seperti Kementan, Kemen Koperasi, KKP DAN Kementrian Desa yang memiliki anggaran pemberdayaan.
"Tugas saya, saya kumpul semua kementrian, targetnya siapa yang tanggung jawab kita rapatkan. Yang paling penting adalah, koordinasi, kolaborasi dan kerja sama," ucap Wamen.
Wamen ATR menegaskan, bagi masyarakat yang memiliki sertifikat tanah, jangan gampang menggadekan sertifikatnya. Dikhawatirkan, ketika tidak mampu mengembalikan uang atau barang, maka sertifikat itu jadi milik orang lain.
Penerbitan sertifikat tanah yang dilakukan oleh pemerintah membutuhkan proses yang cukup panjang suapaya ada kepastian hukum. Bahkan, Presiden Jokowi sudah mengamanatkan bahwa semua tanah termasuk tanah adat harus didaftarkan.
Ia mengatakan, selama seminggu melakukan kunjungan di daerah, telah mengumpulkan banyak masukan untuk ditindaklanjuti di pusat.
Ini sebagai tindaklanjut perintah Presiden Jokowi melalui Inpres nomor 9 tahun 2020, tentang peningkatan pembangunan kesejahteraan.
Kita harus paham betul apa yang menjadi pembangunan kesejahteraan bagi orang Papua sendiri. Kita menjaring masukan terutama masalah tanah adat pasti menjadi catatan buat kami.
"Juga pemetaan tanah adat atau tanah ulayat. Lebih khusus untuk reforma agraria yang tepat bagi Papua," ucapnya.
Pemerintah akan mencarikan jalan tengah mengenai masalah penjualan tanah yang tidak sesuai (jual di atas jual). Menurutnya, penghargaan harus tetap diberikan tapi dilakukan dengan hati-hati.
Dalam beberapa konteks, ia menyebut semua bisa jadi korban, dan semua bisa saja jadi pelaku, sehingga perlu kerendahan hati dan keterbukaan dalam penyekesaiannya.
Kepala Kantor BPN Papua John Wicklif, kesempatan yang sama mengatakan, masalah tanah di Papua sangat kompleks. Penerapan aturan nasional perlu memperhatikan masyarakat adat setempat.
Sehingga perlu mengakomodir semua dan melakukan pemetaan masyarakat adat. Kita harus menghormati masyarakat adat. Negara harus hadir, terhadap persoalan ini.
"Tujuan Pak Wamen dengan konsep yang ada di Papua berkolaborasi untuk kesejahteraan masyarakat," katanya.
Selain itu, kebanyakan masyarakat adat menggunakan tanah adatnya untuk tinggal mencari nafkah bukan sebagai lahan produktif seperti yang diharapkan oleh pemerintah.
"Dengan adanya program sertifikasi ini mudah-mudahan memberikan jaminan bagi masyarakat kami yang bisa dimanfaatkan untuk pengembangan ekonomi dan memberikan kenyamanan bagi mereka," kata Wakil Bupati Merauke, Sularso.
Namun yang menjadi kendala, masalah tumpang tindih kepemilikan tanah masih banyak terjadi. Satu lahan bisa dimiliki oleh dua sampai tiga orang.
Dengan adanya penataan kembali yang dilakukan oleh Kementrian Tanah dan Agraria diharapkan menjadi solusi bagi masyarakat di Merauke.
"Diharapkan program ini tetap berjalan dan ada peningkatan setiap tahunnya. Dan diharapkan jangka waktu pengurusan sertifikat tanah lebih dipersingkat," pinta Sularso.(InfoPublik)